فَحَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ
قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur,
Yang Maha Membuka kelembutan dan kasih sayangNya di malam-malam terluhur
dalam setiap tahunnya, di hari-hari yang paling mulia dari hari-hari
lainnya, yaitu hari-hari agung di bulan Ramadhan dan malam-malam luhur
di bulan Ramadhan, dimana tersimpan padanya rahasia kemuliaan Al qur’an
yang mana awalnya merupakan rahasia pembuka segala rahmat Ilahi, dan
pertengahannya adalah pengampunan Allah subhanahu wata’ala yang
berlimpah, serta pembebasan dari api neraka di akhirnya. Sungguh
selayaknya ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berbahagia
karena telah mendapatkan anugerah yang berlimpah berupa bulan luhur,
bulan yang paling agung dari semua bulan, yaitu bulan Ramadhan yang
sangat termuliakan, sehingga pahala dari setiap perbuatan hamba-hamba
Allah subhanahu wata’ala di siang dan malamnya dilipatgandakan. Dan
hadits yang telah kita baca, yang merupakan hadits qudsi Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِى بِهِ
“ Setiap amal perbuatan keteurunan Adam adalah untuk
dirinyakecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku (Allah) dan Aku
yang akan membalasnya”
Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam Fath Al Bari mensyarahakan
bahwa makna hadits tersebut dengan menukil ucapan Al Imam Malik dalam
kitabnya Al Muwattha’ dan para imam lainnya bahwa Allah subhanahu
wata’ala ingin menyampaikan kepada kita bahwa ibadah puasa memiliki
keutamaan lebih dibanding ibadah lainnya, dimana Allah subhanahu
wata’ala melipatgandakan pahala amal perbuatan lainnya menjadi 10 hingga
700 kali lipat bahkan lebih, namun untuk ibadah puasa Allah tidak
menyerahkan kepada malaikat untuk menilainya, akan tetapi Allah
subhanahu wata’ala yang akan langsung memberi balasannya yang tanpa
perhitungan lagi dan tentunya lebih dari 700 kali lipat, demikianlah
rahasia keluhuran ibadah puasa. Di bulan Ramadhan pahala minimal dari
setiap amal perbuatan adalah 10 kali lebih besar dari yang kita lakukan
hingga 700 kali lipat dari yang kita perbuat, selain ibadah puasa baik
berupa shalat wajib, shalat sunnah, membaca Al qur’an dan lainnya,
sehingga jika seseorang menghatamkan Al qur’an di bulan Ramadhan maka
seakan-sekan ia menghatamkan Al qur’an 10 kali atau 700 kali di bulan
lainnya, demikian juga dengan ibadah yang lainnya selain puasa. Sehingga
bulan Ramadhan ini disebut bulan 1000 sujud, karena di bulan ini ummat
Islam dari kalangan Ahlu sunnah waljama’ah melakukan shalat tarawih
sebanyak 20 rakaat dan ditambah 3 raka’at shalat witir di setiap
malamnya, dimana dalam setiap raka’at terdapat 2 sujud sehingga dalam 20
rakaat terdapat 40 sujud setiap malamnya dan dilakukan selama 30 malam,
maka jumlah sujud dalam shalat tarawih saja selama bulan Ramadhan
adalah 1200 sujud lebih dari 1000 sujud dan belum lagi termasuk sujud
dalam shalat witir dan shalat sunnah lainnya,dan jumlah tersebut
dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali lipat, itu dalam sekali
Ramadhan dan berapa kali Ramadhan yang telah kita lewati, sungguh betapa
Maha Dermawan Allah subhanahu wata’ala yang telah memuliakan
hamba-hambaNya dengan bulan luhur ini. Dan juga aka nada lagi pahala
agung yang Allah siapkan pada satu malam puncak keluhuran yaitu Lailatul
Qadr, dimana ibadah di malam lebih baik daripada ibadah 1000 bulan.
Adapun untuk beribadah pada malam Lailatul Qadr tidak harus menanti
waktu tertentu, karena yang menanti waktu tertentu itu adalah saa’ah Al
Ijabah ( Waktu-waktu dikabulkannya doa), di hari Jum’at misalnya
terdapat waktu-waktu tertentu dimana doa di waktu itu tidak akan ditolak
oleh Allah subhanahu wata’ala ketika itu. Adapun Lailatul Qadr tidak
dibatasi waktu tertentu seperti saa’ah al ijaabah yang lainnya akan
tetapi Lailatul Qadr dimulai dari terbenamnya matahari di malam itu
hingga terbitnya fajar. Dan ibadah puasa akan dibalas langsung oleh
Allah subhanahu wata’ala karena puasa merupakan satu-satunya ibadah yang
jauh dari sifat riya’, dimana puasa tidak terlihat oleh orang lain
sebagaimana ibadah lainnya seperti shalat, kecuali puasa di bulan
Ramadhan karena semua orang diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan, akan
tetapi puasa sunnah pada selain bulan Ramadhan, seseorang yang berpuasa
tidak akan diketahui bahwa ia sedang berpuasa apabila orang tersebut
tidak memberitahukan bahwa ia sedang berpuasa, maka ibadah yang paling
suci dan mudah untuk mencapai ikhlas adalah ibadah puasa sehingga
pahalanya pun sangat agung di sisi Allah subhanahu wata’ala. Kemudian
dalam hadits tadi disebutkan :
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ
، وَلاَ يَسْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ :
إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ
Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa makna جُنَّةٌ adalah sebuah
perlindungan dan benteng dari api neraka dan murkaan Allah subhanahu
wata’ala. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan kita untuk menjaga puasa kita agar sempurna, yaitu ketika
seseorang berpuasa maka ia tidak mengucapkan kalimat-kalimat yang kotor
dan buruk, seperti mencaci maki, menghina dan lainnya. Adapun kalimat
فَلاَ يَرْفُثْ dalam hadits tersebut mempunyai beberapa makna
diantaranya adalah larangan berjimak di siang hari bulan Ramadhan, dan
makna yang lain adalah larangan mengumpat atau mencaci maki dan lainnya
dari mengucapkan kalimat-kalimat yang buruk. Mengucapkan hal-hal yang
buruk, seperti mencaci maki, mengumpat dan lainnya di selain bulan puasa
dan dalam keadaan orang tidak berpuasa pun hal tersebut dilarang, namun
karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan kita agar
lebih sempurna lagi dalam menjalani puasa di bulan Ramadhan, maka beliau
melarang kita untuk berucap kalimat-kalimat yang buruk selama bulan
Ramadhan. Kemudian disebutkan dalam hadits ini disebutkan jika seseorang
mencacinya (orang yang sedang berpuasa) atau menantangnya dengan cara
berkelahi atau yang lainnya baik di bulan Ramadhan atau selainnya, maka
disunnahkan baginya untuk mengatakan :
إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ
“ Sesungguhnya aku sedang berpuasa”
Akan tetapi jika seseorang telah membahayakan nyawa kita dan kita
terjebak di dalamnya sedangkan kita dalam keadaan berpuasa, maka dalm
hal seperti ini sudah seharusnya bagi kita untuk membela diri karena hal
demikian diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana juga
Badr Al Kubra yang terjadi di bulan Ramadhan dimana kaum muslimin ingin
membela diri dan agama mereka. Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa
kalimat إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ ini mencakup atau diucapkan untuk kedua
fihak yaitu orang yang dicaci dan orang yang mencaci, karena kalimat ini
layak diucapkan untuk yang dicaci agar menenangkan dirinya, dan layak
pula diucapkan kepada orang yang mencaci atau menantangnya yang
menunjukkan bahwa ia tidak akan melayaninya karena ia dalam keadaan
berpuasa, sebagaimana dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mengucapkan :
إِنِّي صَائِمٌ إِنِّيْ صَائِمٌ
“ Sesungguhnya aku berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa”
Kalimat yang pertama diucapkan untuk dirinya sendiri, sedangkan
kalimat yang kedua diucapkan untuk orang yang mengganggunya, dan hal ini
lebih sempurna menurut pendapat jumhur ulama’, namun jika hanya
diucapkan sekali saja maka diniatkan untuk keduanya. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ
عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، وَلِلصَّائِمِ
فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِىَ رَبَّهُ
فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“ Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman-Nya
(Allah), sungguh bau mulut seorang yang berpuasa di sisi Allah lebih
wangi dari pada aroma misk, dan bagi yang berpuasa terdapat 2
kebahagiaan, yaitu ketika berbuka puasa ia gembira, dan ketika bertemu
dengan Rabb nya (Allah) ia gembira karena puasanya”
Bukan berarti maksud dari kalimat tersebut bahwa Allah subhanahu
wata’ala menyukai aroma yang tidak sedap, namun karena Allah subhanahu
wata’ala Maha Mengetahui bahwa orang yang berpuasa itu akan menahan bau
yang tidak sedap dari mulutnya, namun ia bersabar menahan dirinya untuk
tetap tidak makan atau minum agar bau tidak sedap hilang dari mulutnya
karena ingin mencapai kesempurnaan puasanya demi ridha Allah subhanahu
wata’ala, sehingga hal itu di sisi Allah subhanahu wata’ala lebih wangi
daripada aroma misk. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani menjelaskan dalam
pendapat lainnya bahwa kelak di hari kiamat orang yang banyak berpuasa
akan mendapatkan bau yang sangat wangi keluar dari mulutnya, sebagaimana
para syuhada’ mereka akan mendapatkan bau yang sangat wangi dari darah
yang keluar dari luka-lukanya kelak di hari kiamat. Kemudian disebutkan
bahwa orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yaitu kegembiraan di
saat ia berbuka puasa, dimana bagi tingkatan puasa kalangan orang awam
(orang umum) kegembiraan itu didapatkan karena ia telah diperbolehkan
untuk makan dan minum setelah sehari penuh menahan lapar dan haus,
adapun bagi tingkatan puasa orang-orang khusus bahwa kegembiran itu
dikarenakan puasa mereka sempurna hingga terbenam matahari. Adapun
kegembiraan yang kedua adalah disaat orang yang berpuasa itu kelak
berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala. Demikian rahasia keluhuran
yang kita ambil dari hadits yang agung nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Dan kita ketahui bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Al qur’an,
karena rahasia kemuliaan Al qur’an terbit pada malam 17 Ramadhan.
Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa turunnya wahyu kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu dengan berbagai cara,
diantaranya dengan adanya suara yang bergemirincing dan hal itu
merupakan sesuatu yang sangat berat bagi beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan terkadang dengan datangnya malaikat Jibril yang membawakan
wahyu tersebut. Dan diiriwayatkan dalam Shahuh Al Bukhari bahwa
sayyidah Aisyah Ra berkata ketika turun wahyu kepada Rasulullahu
shallallahu ‘alaihi wasallam di waktu cuaca yang sangat dingin, maka
akan mengalir keringat yang deras dari dahi beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam dan tubuh beliau berubah menjadi panas, karena dahsyatnya
kewibawaan turunnya firman-firman Allah kepada beliau shallallahu
‘alaihi wasallam. Dan dalam riwayat Shahih Muslim sayyidina Abu Hurairah
Ra berkata : “Tidak seorang pun dari kami (sahabat) berani
mengangkat kepala untuk memandang wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam di saat turunnya ayat kepada beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam”, karena ketika itu wajah beliau shallallahu
‘alaihi wasallam berpijar dengan cahaya rabbani yang membuat seluruh
mata tertunduk dari rahasia kewibawaan Allah subhanahu wata’ala yang
terbit disaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan
wahyu-wahyu Allah yang baru turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam. Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa tanda-tanda
sebelum turunnya wahyu yang pertama kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adalah dengan datangnya mimpi yang berkelanjutan,
dimana beliau selalu bermimpi melihat cahaya terbitnya fajar atau
seakan-akan cahaya matahari yang akan terbit, kemudian beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam lebih menyukai untuk khalwat (menyendiri)
dan lebih sering dilakukan di gua Hira, di saat itu beliau di usia 39
tahun, sehingga meninggalkan kesibukan yang biasa beliau lakukan seperti
berdagang, namun ketika usia beliau akan memasuki 40 tahun beliau
semakin banyak menyukai khalwat (menyendiri) di gua Hira’ kemudian
kembali ke rumah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hingga waktu yang
telah ditentukan untuk diturunkan kepada beliau cahaya Yang Maha Benar
Allah subhanahu wata’ala, maka ketika itu beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam melihat malaikat Jibril As berada di antara langit dan bumi
yang memperlihatkan sosok yang sebenarnya, bukan berwujud manusia tetapi
berwujud malaikat yang sebenarnya kemudian berkata : “Wahai Muhammad, ini Jibril”,
kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghindar dan ketika
beliau berada dalam keramaian maka malaikat Jibril tidak lagi terlihat,
namun ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan sendiri
malaikat Jibril kembali terlihat oleh beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam. Maka malaikat Jibril terus mengikuti beliau shallallahu
‘alaihi dan tetap berada di antara langit dan bumi seraya berkata : “Wahai Muhammad, (ini) Jibril”,
maksudnya adalah telah tiba waktunya untuk turun wahyu kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga beliau menghindar dan
memasuki gua Hira, maka ketika itu malaikat Jibril As turun ke gua Hira
kemudian malaikat Jibril As berkata : إقرأ ( Bacalah), namun Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : مَا أَنَا بِقَارِئٍ ( Aku tidak
bisa membaca/ apa yang harus aku baca), maka malaikat Jibril As
kemudian memeluk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga disebutkan
bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hampir tidak bisa bernafas
dari eratnya pelukan malaikat Jibril. Dalam hal ini sebagian ulama’
menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dipeluk
sedemikian eratnya oleh malaikat Jibril dikarenakan malaikat Jibril
sangat gembira telah bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam yang telah menahan kerinduan kepada beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam selama ribuan tahun sejak malaikat Jibril As diciptakan, karena
telah dikabarkan oleh Allah subhanahu wata’ala bahwa akan tiba suatu
waktu ia diutus kepada nabi akhir zaman, semulia-mulia makhluk ciptaan
Allah subhanahu wata’ala, sehingga ketika malaikat Jibril bertemu dengan
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, ia memeluk beliau shallallahu
‘alaihi wasallam dengan seerat-eratnya. Kemudian malaikat Jibril
melepaskan pelukannya dan kembali berkata : “Bacalah”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Aku tidak bisa membaca/ apa yang harus aku baca”,
maka malaikat Jibril kembali memeluk beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan dijelaskan oleh para ulama’ bahwa malaikat Jibril gembira
sekali mendenagr indahnya suara nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, sebagaimana dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa salah
seorang berkata : “Aku tidak pernah mendengar suara yang lebih indah dari suara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Kemudian untuk yang ketiga kalinya malaikat Jibril kembali memeluk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ، خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ، عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
( العلق : 1-5 )
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (
QS. Al ‘Alaq : 1-5)
Lima ayat tersebut adalah ayat yang pertama turun kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ditinggal oleh malaikat Jibril As dan setelah itu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam turun dari gua Hira dan mendatangi istri
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sayyidah Khadijah Ra dalam keadaan
gemetar dari rahasia kewibawaan firman Allah subhanahu wata’ala yang
pertama kali turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana
hal itu terjadi pada malam 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam kembali ke rumah beliau dan menemui sayyidah Khadijah Ra, lalu
sayyidah Khadijah membawa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada
anak pamannya, Waraqah Bin Naufal yang mana ia adalah seorang Rahib
agama Nasrani. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menceritakan kepadanya akan hal yang telah terjadi, lalu Waraqah berkata
: “ Seandainya aku masih hidup ketika engkau dianiaya dan diusir
oleh kaummu dari wilayahmu, sungguh aku akan menjadi pembela dan
penolongmu”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Apakah aku akan terusir oleh kaumku?”, kemudian Waraqah bin Naufal berkata : “Tidak
seorang pun yang mengalami kejadian seperti ini, kecuali pasti akan
terusir oleh kaumnya serta dimusuhi, dan jika aku mendapati masa itu
sungguh aku akan menjadi pendukung dan penolongmu”,
namun setelah beberapa lama Waraqah pun wafat. Sehingga sebagian
pendapat mengatakan bahwa Waraqah adalah orang yang pertama kali
beriman, karena telah mengakui kenabian sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam dan dialah orang pertama yang mengetahui hal tersebut
sebelum orang lain mengetahuinya, namun sebagian ulama’ tidak
membenarkan hal tersebut karena ia belum mengucapkan kalimat syahadah
dihadapan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan setelah
kejadian tersebut firman Allah tidak lagi turun kepada nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam hingga waktu yang dikehendaki Allah
subhanahu wata’ala, dimanan malaikat Jibril As kembali lagi terlihat
dengan wujud yang aslinya untuk kedua kalinya, sebagaimana yang
teriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ketika itu malaikat Jibril
terlihat duduk di atas kursi di antara langit dan bumi dan terus
mendekati nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam rumah beliau shallallahu
‘alaihi wasallam dan berkata kepada sayyidah Khadijah Ra :
زَمِّلُوْنِيْ زَمِّلُوْنِيْ
“ Selimuti aku, selimuti aku”
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diselimuti, lalu turunlah surat Al Muddatssir ayat 1-5 :
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ، قُمْ فَأَنْذِرْ، وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ، وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ، وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
( المدثر : 1-5 )
“Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah
peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan
perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah”. ( QS. Al Muddatssir :
1-5)
Ayat tersebut merupakan wahyu kedua yang turun kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, dan di saat itu adalah bulan Rabi’ Al Awal
yang mana usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam genap 40 tahun.
Demikian rahasia kebangkitan Risalah sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, yang diawali dengan kelahiran beliau shallallahu
‘alaihi wasallam, kemudian dilanjutkan dengan turunnya wahyu yang
pertama ketika akhir usia beliau yang ke 39, kemudian wahyu yang kedua
turun ketika usia beliau tepat mencapai 40 tahun, dan terus wahyu Allah
subhanahu wata’ala turun kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam hingga beliau berjuang selama 13 tahun di Makkah, kemudian
hijrah ke Madinah Al Munawwarah selama 10 tahun, lalu beliau shallallahu
‘alaihi wasallam meninggalakan Madinah dan kaum muslimin untuk
menghadap Allah subhanahu wata’ala. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
wafat dan meninggalkan dunia namun rahasia keluhuran beliau shallallahu
‘alaihi wasallam tidak pernah sirna dari zaman ke zaman dan hingga malam
hari ini kita masih berada dalam naungan cahaya kebangkitan risalah
sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka malam 17 Ramadhan
adalah malam pertama diturunkannya ayat-ayat Al qur’an dan di malam itu
juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa untuk kemenangan
Ahlu Badr Al Kubra yang terjadi pada tahun ke 2 H, kurang lebih 15 tahun
setelah wahyu pertama (QS. Al ‘Alaq : 1-5 ) turun kepada nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu pula Allah subhanahu
wata’ala memuliakan bulan Ramadhan, yang mana di bulan inilah Allah
subhanahu wata’ala memuliakan ummat ini dengan turunnya Al qur’an Al
Karim, semoga Allah subhanahu wata’ala memuliakan kita dengan rahasia
kemuliaan bulan Ramadhan.
Maka perindahlah siang-siang hari kita di bulan Ramadhan ini dengan
puasa dan ibadah lainnya, serta hiasilah dan sempurnakan malam-malamnya
dengan memperbanyak shalat tarawih dan membaca Al qur’an. Cukuplah bagi
kita untuk melewati kehidupan kita ini dengan permainan, karena hakikat
kehidupan dunia adalah permainan, sebagaimana firman Allah subhanahu
wata’ala :
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
( الأنعام : 32 )
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main
dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”. ( QS. Al
An’aam : 32 )
Seseorang yang memiliki akal sempurna tidak akan mau jika disebut
sebagai pemain atau orang yang suka bermain, akan tetapi justru dalam
kehidupan di dunia ini orang yang menjadi pemain adalah orang yang
banyak beruntung di dunia dan mendapatkan banyak harta, seperti pemain
sepak bola misalnya, ia bisa mendapatkan keberuntungan hingga triliunan
dolar hanya karena memiliki keahlian sebagai pemain. Namun tentunya
tujuan dari kehidupan kita di dunia bukan mengharapkan hal itu, akan
tetapi yang kita dambakan agar Allah subhanahu wata’ala memberikan
kecukupan dan kemudahan untuk setiap kebutuhan dalam kehidupan kita di
dunia dan menjadikan kita untuk senantiasa mengingatNya, karena
kehidupan kita di dunia adalah sebagai bekal untuk kehidupan kelak di
akhirat, maka jalanilah kehidupan ini dengan banyak beribadah dan
mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang, serta
dengan mengikuti tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar selalu mencukupkan
segala kebutuhan kita baik yang zhahir dan bathin, serta mempermudah
segala yang sulit dari setiap permasalahan kita, menyingkirkan segala
masalah dan musibah kita dan menggantikannya dengan rahmat dan anugerah
dariNya…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ
إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ
إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ
السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا
نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ
Kita terus berdoa untuk terlaksananya dan suksesnya acara kita pada
malam 17 Ramadhan, Haul Ahlu Al Badr dan Doa malam Nuzul Al Qur’an,
semoga acara ini berjalan dengan sukses dan mendapatkan keberkahan dari
Allah subhanahu wata’ala untuk kita, wilayah dan bangsa kita, serta bagi
seluruh ummat Islam di barat dan timur. Dan telah kita sampaikan kepada
guru mulia Al Habib Umar bin Muhammad Al Hafizh untuk memberikan
sambutan dari Tarim Hadramaut dalam acara tersebut melalui streaming dan
beliau telah bersedia untuk hal itu. Semoga Allah subhanahu wata’ala
memberikan kemudahan kepada kita semua untuk hadir dalam acara ini, dan
bagi yang tidak bisa hadir langsung dalam acara maka usahakan untuk ikut
hadir melalui streaming, jika bisa dengan gambar atau hanya sekedar
suara, agar kita ikut termuliakan dengan rantai agung yang mengikat kita
dengan para Ahlu Al Badr radiyallahu ‘anhum, dimana mereka adalah
golongan orang-orang yang termulia diantara ummat ini. Selanjutnya kita
bertawassul kepada Ahlu Al Badr dan berdoa semoga Allah subhanahu
wata’ala mengangkat segala permasalahan dan kesulitan dari kita dengan
kemuliaan Ahlu Al Badr Radiyallahu ‘anhum, kemudian doa penutup oleh
guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Bagir Al Atthas, yatafaddhal
masykura.
by : Majelis Rasulullah
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar